Mengupayakan Pendampingan yang Personal dan Integral dalam Formasi Calon Imam di Era Digital

Mateus Seto Dwiadityo

Abstract


Dalam upaya mewujudkan formasi calon imam yang baik, ada dua hal yang perlu diperhatikan dan diperlukan dari setiap seminaris. Kedua poin tersebut adalah sikap formatif setiap seminaris dan situasi formatif yang membantu dalam masa formasi calon imam. Perjalanan formasi calon imam di seminari menengah menjadi tanda pentingnya dan perlunya formasi yang menantang selama masa remaja, yaitu para remaja mulai berkembang menuju kematangan dan mencari jati diri. Dalam tahap inilah dibutuhkan para formator yang sungguh-sungguh memahami perkembangan usia mereka sekaligus merupakan pendidik yang baik. Dalam proses pembinaan, perlu diperhatikan latar belakang para calon imam atau seminaris yang berbeda-beda. Perbedaan keadaan calon tersebut perlu mendapat perhatian dari para formator. Sementara itu, latar belakang keluarga dan budaya seminaris juga perlu mendapat perhatian dalam proses pembinaan karena akan ikut menentukan dalam perkembangan hidup sebagai imam kelak. Di era digital ini, tantangan dalam formasi calon imam semakin banyak. Dengan demikian, seminari dan para formator pun dituntut untuk menyesuaikan diri dengan bijak dan tepat dalam mengupayakan bentuk-bentuk pendampingan yang personal dan integral.

 

In an effort to realize a good formation of priestly candidates, there are two things that need to be considered and needed from every seminarian. These two points are the formative attitude of each seminarian and the formative situation which helps in the formation of the candidate for priesthood. The journey of the formation of priestly candidates in secondary seminaries is a sign of the importance and need for challenging formations during adolescence, in which young people begin to develop towards maturity and seek identity. It is at this stage that formators who truly understand their age development are needed as well as being good educators. In the formation process, it is necessary to pay attention to the backgrounds of the different candidates for priests or seminarians. The difference in the condition of the candidates needs the attention of the formators. Meanwhile, the family background and culture of seminarians also need attention in the coaching process because they will determine the development of life as a priest in the future. In this digital era, there are more and more challenges in the formation of priestly candidates. Thus, seminaries and formators are required to adjust themselves wisely and appropriately in pursuing personal and integral forms of mentoring.


Keywords


formation, technology, formator, seminary.

Full Text:

PDF

References


Buku

Buku Pedoman Pembinaan Seminari Menengah St. Petrus Canisius Mertoyudan Magelang.

Congregation for the Clergy, The Gift of Priestly Vocation - Ratio Fundamentalis Institutionis Sacerdotalis 2016, (Citta del Vaticano: Libreria Editrice Vaticana, 2017).

Djunaidi Ghony, M., dan Fauzan Almanshur, Metode Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016).

Edi Santosa dkk, Ign. (ed), Mendidik Generasi Milenial Cerdas Berkarakter, (Yogyakarta: PT Kanisius, 2020).

Gusti Bagus Kusumawanta, D., (ed), Panggilan menjadi formator seminari, (Yogyakarta: Kanisius, 2011).

Haryatmoko, Etika Publik untuk Integritas Pejabat Publik dan Politisi, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2011).

J. Cohen, Daniel, dan Tom Scheinfeldt (eds). “The Trouble with Digital Culture Chapter,” Hacking the Academy: New Approaches to Scholarship and Teaching from Digital Humanities. (Amerika: University of Michigan Press, Digitalculturebooks, 2013).

Sudiarja, A., Pendidikan dalam Tantangan Zaman, (Yogyakarta: PT Kanisius, 2014).

Dokumen Gereja

Dokumen Konsili Vatikan II, diterjemahkan oleh R. Hardawiryana. SJ, Jakarta: Dep. Dokpen KWI-Obor, 2012.

Evangelii Gaudium, diterjemahkan oleh F.X. Adisusanto, SJ dan Bernadeta Harini Tri Prasasti, Jakarta: Dep. Dokpen KWI, 2013.

Pastores Dabo Vobis, diterjemahkan oleh R. Hardawiryana SJ, Jakarta: Dep. Dokpen KWI, 1992.

Sumber Internet

Andy Otto, “Cura Personalis” (2013), tersedia dari https://www.ignatianspirituality.com/cura-personalis/; diakses pada Minggu, 14 Maret 2021 pukul 17.53 WIB.

Ashley Alphonso, “The Role of Accompaniment in Seminary Formation” (2015), tersedia dari https://jdv.edu.in/wp-content/uploads/2018/10/8.pdf; diakses 14 Februari 2021.

https://www.silabus.web.id/generasi-z-berdasarkan-teori-generasi/ diakses pada Rabu, 10 Maret 2021 pukul 12.00 WIB.

https://kbbi.web.id/gadget diakses Rabu, 10 Maret 2021 pukul 13.45 WIB.

https://kbbi.web.id/gawai-2 diakses pada Rabu, 10 Maret 2021 pukul 13.45 WIB.

Jorge Carlos Patrón Wong, “The Gift of Priestly Vocation Symposium for Formation Teams English-Speaking Seminaries of Canada” (April 2019), tersedia dari http://www.clerus.va/content/clerus/en/notizie/new19.html; diakses Rabu, 3 Maret 2021.

Pope Francis, “Homily of Pope Francis for the Holy Chrism Mass” (2014), tersedia dari http://www.vatican.va/content/francesco/en/homilies/2014/documents/papa-francesco_20140417_omelia-crisma.html; diakses Rabu, 3 Maret 2021.

Jurnal Ilmiah

Duffy, Eugene, “Seminary Formation,” The Furrow (1989): 451-460

E. Berthoff, Ann, “Paulo Freire’s Liberation Pedagogy,” dalam Language Arts, April 1990. Vol. 67, No.4, Liberation Education, 1990, 362-369.

Igel, Charles and Vicki Urquhort, “Generation Z, meet cooperative learning,” dalam Middle School Jurnal, 43, Association for Middle Level Education (AMLE), 2012, 16-21.




DOI: https://doi.org/10.47025/fer.v6i1.56

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


 Creative Commons License

This Journal Fides et Ratio is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.